Burung Hantu Sahabat Petani

Dunia, terutama Indonesia menjadikan padi sebagai sumber makanan pokok dengan hampir 97 % jumlah penduduk indonesia mengonsumsi beras[1]. Besarnya persentase penduduk indonesia yang mengonsumsi beras mengindikasikan betapa besarnya ketergantungan penduduk indonesia terhadap keberadaan beras. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi pada beras akan sangat berdampak terhadap kestabilan bangsa dan negara.

Salah satu bentuk perubahan yang dapat terjadi pada beras salah satunya adanya keberadaan hama. Hama tanaman padi bermacam - macam jenis nya seperti belalang, wereng, burung pipit, dan tikus sawah. Hama - hama tersebut mampu menciptakan perubahan yang membuat ketidakstabilan stok beras.

Salah satu hama utama pada tanaman padi adalah tikus sawah. Tikus sawah mampu memberikan kerusakan yang parah pada tanaman padi mulai tahap persemaian hingga menjelang panen, bahkan pada padi yang telah tersimpan di gudang. Serangan tikus sawah mampu menyebabkan kerusakan sebesar 50 - 100 %[2]. Kerusakan yang sebesar itu, apabila dibiarkan berlarut - larut akan menimbulkan kegoyahan.

Tindakan pengendalian diperlukan agar populasi tikus sawah cepat mereda, setidaknya keberadaanya tidak memberikan kerugian secara ekonomi. Sebelum melakukan pengendalian, perlu mengenal bagaimana tingkah laku dari tikus sawah, agar pengendalian yang diberikan berdampak efektif.

Aktivitas tikus sawah dimulai ketika  senja hari hingga fajar, dengan memanfaatkan kemampuan indera yang dimiliki dengan optimal maka akan menunjang kehidupan, terutama sebagai hewan nokturnal[3]. Kemampuan indera tikus sawah membuat tikus sawah mampu belajar dan mengingat, kemampuan tersebut membuat tikus sawah mengingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air, serta pakan beracun yang menyebabkan sakit[3]

Burung Hantu Tyto Alba - Pak Alim

Melihat aktivitas serta tingkah laku dari tikus sawah, pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan burung hantu, secara spesifik Tyto alba atau serak jawa. Pemilihan burung hantu (Tyto alba) sebagai pengendalian tikus sawah didasarkan pada tingkah laku Tyto alba tersebut, bergerak aktif pada malam hari tapi terkadang aktif pada senja hari dan dini hari[4]. selain itu, Tyto alba merupakan predator alami dari tikus sawah serta Tyto alba menempati posisi puncak dalam rantai makanan ekosistem sawah[5].

            Sebagai hewan nokturnal, burung hantu memerlukan tempat berlindung selama siang hari. ia biasanya bersembunyi di lubang-lubang pohon, gua, sumur, kadang juga menempati sarang burung pemangsa lain[6]. Kemudian petani menyiasati hal tersebut dengan memberikan burung hantu sebuah tempat tinggal yang disebut dengan rumah burung hantu (Rubuha), hal ini dilakukan agar Tyto alba lebih fokus memangsa tikus sawah di lokasi sekitar Rubuha, dan apabila burung hantu dibiarkan terpencar maka pengendalian tikus sawah tidak akan efektif.

Rubuha - Pak Alim

            Rubuha ini berkonsep sebagai tempat tinggal atau rumah yang ditempati oleh burung hantu, dengan harapan bahwa burung hantu tersebut akan menempati rubuha dan menjaga area sawah dari serangan tikus sawah. Karena ditujukan sebagai tempat tinggal maka perlu dibuat senyaman mungkin dan perlu digaris bawahi bahwa syarat terpenting dari rubuha adalah mengkondisikan rubuha selalu gelap.

            Rubuha memiliki dua bagian utama, yaitu rumah dan tiang. Menurut Pak Alim, petani yang telah menerapkan rubuha selama kurang lebih 3 tahun, mengatakan bahwa tinggi tiang rubuha dari permukaan tanah minimal 4 meter dan tiang yang masuk kedalam tanah minimal 1.5 meter. Pemilihan bahan tiang pun tidak sembarangan, Pak Alim mengatakan bahwa tiang menggunakan paralon air yang memiliki ukuran 3 inci atau 4 inci dan menggunakan besi beton diameter 6 mm atau 8 mm sebagai tulang dalam paralon kemudian pipa air dan besi beton di cor. Tiang ditanam minimal sedalam 1.5 m dengan cara menggunakan bor tanah atau menggunakan bambu untuk melubangi tanah.

Bentuk Rumah - Pak Alim

            Untuk rumah nya menggunakan bahan kayu yang berasal dari pohon ulin atau bisa bengkirai. Kayu ulin termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I, dengan keistimewaan tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek serta tahan terhadap perubahan suhu, dan kelembaban[7]. Untuk spesifikasi rumah, Pak Alim menjelaskan bahwa rumah memiliki spesifikasi Lebar 45 cm, Panjang 60 cm dan Tinggi 50 cm.

            Semua bagian rumah tersusun atas papan kayu. Pada bagian atap dilapisi dengan seng, dengan tujuan agar air hujan tidak meresap kedalam rubuha serta pada dinding rumah juga dilapisi dengan karpet talang dengan tujuan agar air tidak masuk kedalam rubuha dan pada bagian bawah dilebihkan 2 cm agar air hujan langsung turun ke tanah dan tidak meresap ke lantai rubuha. Penambahan seng dan karpet talang bertujuan agar rubuha tetap kering dan terhindar dari lembab, karena burung hantu atau Tyto alba tidak akan betah apabila tempat tinggal nya lembab atau basah.

Sekat Pintu Rubuha - Pak Alim

            Pak Alim, petani asal sukolilo jawa tengah, juga menjelaskan bahwa rumah memerlukan teras dengan lebar 20 cm sebagai tempat burung hantu bertengger dan sebagai tempat burung hantu mengawasi pergerakan tikus sawah pada malam hari. Pintu masuk rumah memiliki jarak dengan lantai sebesar 10 cm, hal ini bertujuan agar anak burung hantu yang sedang belajar tidak terjatuh dari rubuha, pintu memiliki ukuran 10 cm x 16 cm dengan memberikan sekat agar cahaya matahari tidak masuk kedalam rumah, sehingga rumah tetap gelap meskipun dalam keadaan siang hari. Sekat dibentuk menyerupai huruf L terbalik sehingga membentuk seperti lorong dengan panjang sekat 25 cm, hal ini bertujuan agar kondisi rubuha tetap gelap, predator seperti elang tidak dapat masuk, serta melindungi burung hantu serta anak burung hantu dari tangan-tangan jahil.

Berdasarkan pengalaman Pak Alim, rubuha dapat memiliki berat mencapai 30 kg sehingga diperlukan penyangga yang kuat. 4 penyangga diperlukan disetiap sisi agar rubuha stabil dan tidak miring kanan kiri. Agar tetap kuat, penyangga di buat permanen dengan cara memaku atau ikat dengan kawat anti karat yang kuat.

Pemasangan rubuha pun harus menerapkan beberapa poin agar tercipta kondisi gelap yang mana disukai oleh burung hantu. Menurut Pak Alim, pemasangan rubuha menghadap utara atau selatan dan dilarang untuk menghadap barat atau timur, karena jika dihadapkan barat atau timur maka cahaya matahari dapat masuk.

Tiang T - Pak Alim

            Apabila keberadaan burung hantu terdeteksi di kawasan tersebut, maka tidak akan kesulitan untuk membuat burung hantu mau tinggal di rubuha yang telah dibuat. Akan tetapi, apabila dikawasan tersebut belum terdeteksi adanya burung hantu maka perlu dilakukan tindakan tambahan yaitu pemasangan tiang. Menurut Pak Alim, tiang yang digunakan berupa tiang T, yaitu berfungsi memancing burung hantu untuk bertengger dan setelah  burung hantu itu  nyaman maka ia akan setiap malam bertengger di tempat tersebut.

            Hasil yang diberikan dengan adanya rubuha cukup memuaskan, lahan milik Pak Alim seluas 4200 m2 dengan 2 rubuha memiliki dampak berupa penurunan serangan tikus sawah menjadi 0 %. Berdasarkan suatu penelitian, dalam waktu 60 hari setelah pemasangan rumah burung hantu (rubuha) yang telah dihuni burung hantu dapat menurunkan kerugian produksi padi dari rata-rata 6% menjadi 0,70%[8]. Pemasangan rubuha pada wilayah yang mempunyai tingkat serangan tikus sawah tinggi dapat bersinergi dengan baik guna mengendalikan populasi tikus sawah dalam jangka panjang[9].

            Melihat usaha, biaya serta dampak yang diberikan maka pengendalian tikus sawah dengan burung hantu dapat dikatakan efektif. Pengendalian dengan metode rubuha ini tidak membutuhkan banyak biaya, menjaga ekosistem serta memberikan hasil yang memuaskan.

Ditulis Oleh : Mirza Saputra

Sumber : [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

DotyCat - Teaching is Our Passion